Selasa, 02 Maret 2010

ORANG-ORANG BUTA DAN GAJAH

Di seberang Ghor ada sebuah kota. Semua penduduknya buta.
Seorang raja dengan pengikutnya lewat dekat kota itu; ia
membawa tentara dan memasang tenda di gurun. Ia mempunyai
seekor gajah perkasa, yang dipergunakannya untuk berperang
dan menimbulkan ketakjuban rakyat.

Penduduk kota itu ingin sekali melihat gajah tersebut, dan
beberapa di antara orang-orang buta itupun berlari-lari
bagaikan badut-badut tolol berusaha mendekatinya.

Karena sama sekali tidak mengetahui bentuk dan ujud gajah,
merekapun meraba-raba sekenanya, mencoba membayangkan gajah
dengan menyentuh bagian tubuhnya.

Masing-masing berpikir telah mengetahui sesuatu, sebab telah
menyentuh bagian tubuh tertentu.

Ketika mereka kembali ke tengah-tengah kaumnya, orang-orang
pun berkerumun di sekeliling mereka. Orang-orang itu keliru
mencari tahu tentang kebenaran dari rekan-rekannya sendiri
yang sebenarnya telah tersesat.

Kerumunan orang itu bertanya tentang bentuk dan ujud gajah:
dan mendengarkan segala yang diberitahukan kepada mereka.

Orang yang tangannya menyentuh telinga gajah ditanya tentang
bentuk gajah. Jawabnya, "Gajah itu lebar, kasar, besar, dan
luas, seperti babut."

Dan orang yang meraba belalainya berkata, "Saya tahu keadaan
sebenarnya. Gajah itu bagai pipa lurus dan kosong, dahsyat
dan suka menghancurkan."

Orang yang menyentuh kakinya berkata, "Gajah itu perkasa
kokoh, bagaikan tiang."

Masing-masing telah meraba satu bagian saja. Masing-masing
telah keliru menangkapnya. Tidak ada pikiran yang mengetahui
segala: pengetahuan bukanlah sahabat Si Buta. Semuanya
membayangkan sesuatu, yang sama sekali keliru.

Makhluk tidak mengetahui perihal ketuhanan. Tak ada Jalan
dalam pengetahuan ini yang bisa ditempuh dengan kemampuan
biasa.

Catatan

Kisah ini terkenal dalam versi Rumi "Gajah dalam Rumah
Gelap," yang dimuat dalam Matnawi. Guru Rumi, hakim Sanai,
menyodorkan versi ini dalam buku pertama yang dianggap
klasik di kalangan Sufi, Taman Kebenaran yang Berpagar. Ia
meninggal tahun 1150.

Kedua kisah itu merupakan penyampaian cara pemikiran yang
sama, yang menurut tradisi, telah dipergunakan oleh
guru-guru Sufi selama berabad-abad.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

mobilitas sosial di masyarakat perkotaandengan mobilitas sosial di masyarakat pedesaan

1. Masyarakat kota mempunyai pola-pola budaya dan tingkah laku, lembaga, pranata, serta struktur sosial yang berbeda dari masyarakat primitif maupun masyarakat desa.

2. Terjadinya urbanisasi yang semakin meningkat. Pada umumnya mereka mereka pergi ke kota tanpa membawa bekal ketrampilan kecuali tenaga. Setibanya di kota, mereka dapati dirinya berada pada situasi dan kondisi yang berbeda dari pada sewaktu berada di desa.

3. Semakin luasnya pengaruh kehidupan kota atas kehidupan daerah pedesaan yang berada di sekitarnya, baik positif maupun negatif.

4. Semakin merosotnya nilai-nilai manusiawi oleh berkembangnya teknologi di kota.
Mobilitas sosial pada masyarakat kota lebih dinamis daripada mobilitas sosial masyarakat desa, sebab di kota lebih banyak profesi atau lapangan pekerjaan dibandingkan dengan di desa yang mayoritas agraris. Banyaknya lapangan pekerjaan dan dengan karier yang jelas membuat orang kota berusaha secara maksimal mencapai titik tertinggi karier-nya. Hal ini membuat perpindahan status sosial di kota sangat bervariasi, baik secara vertikal ada mobilitas sosial naik (climbing) atau mobilitas sosial turun (sinking), secara horisontal juga banyak terjadi perpindahan itu.
Sumber Tautan :
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080128024236AAO4XzJ
http://one.indoskripsi.com/node/9892
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AoE17CzS2GWu7LHdWFpSM6fJRAx.;_ylv=3?qid=20080128024236AAO4XzJ
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AjMhaOIaipxRiQesBBh7lPvJRAx.;_ylv=3?qid=20091029042510AAwsL3V

Pancasila dan agama dalam kehidupan bermasyarakat

* Pancasila => salah satu lambang/icon nkri
* semua agama di Indonesia termaktup dalam sila pertama { ketuhanan yme }

apa hubungan pancasila dan agama ? ... sangat jelas, selagi lambang negara {pancasila} dan silanya tidak dirubah tidak akan terpengaruh oleh waktu { sekarang dan mendatang } fleksibel.
Sila pertama tidak membawahi salah satu agama yang diakui di Indonesia, namun mencakup keseluruhan agama yaitu Tuhan YME, penjabaran lebih lanjut dalam beragama tertuang dalam UUD 45.
Sumber Tautan :
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080128024236AAO4XzJ
http://one.indoskripsi.com/node/9892
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AoE17CzS2GWu7LHdWFpSM6fJRAx.;_ylv=3?qid=20080128024236AAO4XzJ
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AjMhaOIaipxRiQesBBh7lPvJRAx.;_ylv=3?qid=20091029042510AAwsL3V

hubungan antara masyarakat pedesaan & perkotaan, ditinjau dari sosialisasi dan kepribadiannya

secara umum, masyarakat desa lebih bersosialisasi dengan kepribadian yang sederhana, sedangkan masyarakat perkotaan sosialisasinya sudah kurang dan kepribadiannya beragam.Masyarakat pedesaan itu lebih bisa bersosialisasi dengan orang orang di sekitarnya. Lihat saja, kalau anda pergi ke suatu kampung, dan anda tanya sama seseorang siapa nama tetangganya, pasti dia hafal. Kalau di kota, kurang dapat bersosialisasi karena masing masing sudah sibuk dengan kepentingannya sendiri2.

Untuk kepribadian, orang desa lebih terkesan santai karena kerjanya tidak terlalu berat seperti orang kota. Orang kota kebanyakan sedikit stress karena banyaknya target / pencapaian yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu. Keduanya memang sulit untuk disatukan / disamakan.Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan, sedang masyarakat perkotaan lebih ke motif ekonomi, politik, pendidikan, dan kadang hierarki.

Pola interaksi masyarakat pedesaan bersifat horisontal, sedangkan masyarakat perkotaan vertikal.
Pola interaksi masyarakat kota adalah individual, sedangkan masyarakat desa adalah kebersamaan.
Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan, sedangkan masyarakat kota terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Sumber Tautan :
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080128024236AAO4XzJ
http://one.indoskripsi.com/node/9892
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AoE17CzS2GWu7LHdWFpSM6fJRAx.;_ylv=3?qid=20080128024236AAO4XzJ
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AjMhaOIaipxRiQesBBh7lPvJRAx.;_ylv=3?qid=20091029042510AAwsL3V

Pemuda dan interaksi sosialnya

Pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan Negara bangsa dan agama. Selain itu pemuda/mahasiswa mempunyai peran sebagai pendekar intelektual dan sebagai pendekar social yaitu bahwa para pemuda selain mempunyai ide-ide atau gagasan yang perlu dikembangkan selain itu juga berperan sebagai perubah Negara dan bangsa ini. Oleh siapa lagi kalau bukan oleh generasi selanjutnya maka dari itu para pemuda harus memnpunyai ilmu yang tinggi dengan cara sekolah atau dengan yang lainnya, dengan begitu bangsa ini akan maju aman dan sentosa.
1. Jika dibandingkan dengan generasi sebelum dan generasi berikutnya, setiap generasi memiliki cirri-ciri khas corak atau watak pergerakan / perjuangan. Sehubungan dengan itu, sejak kebangkitan Nasional, di Indonesia pernah tumbuh dan berkembang tiga generasi yaitu generasi 20-an generasi 45 dan generasi 66, dengan masing-masing ciri khasnya.
2. Ada dua regenerasi, yaitu
a. Regenerasi yang berlangsung alamiah. Artinya generasi berjalan lumrah seperti yang terjadi pada kelompok dunia tumbuhan atau hewan. Proses regenerasi ini berjalan sebagai biasa-biasa saja, berlangsung secara alami, tidak di ekspos atau dipublikasikan.
b. Regenerasi berencana, artinya proses regenerasi ini sungguh-sungguh direncanakan, dipersiapkan. Pada masyarakat, suku-suku primitip, proses regenerasi dibakukan dalam lembaga dapat yang disebut inisiasi. Oleh karena itu system regenerasi seperti ini lebih tepat disebut regenerasi Kaderisasi. Pada hakikatnya system regenerasi-kaderisasi adalah proses tempat para kader pimpinan para suku atau bangsa digembleng serta dipersiapkan sebagai pimpinan suku atau bangsa pada generasi berikutnya. Menggantikan generasi tua. Regenerasi-kaderisasi suatu suku atau bangsa diperlukan untuk dipertahankan kelangsungan eksistensinya serta kesinambungan suatu generasi atau bangsa, disamping dihadapkan terjaminnya kelestarian nilai-nilai budaya nenek moyang.
3. Demi kesinambungan generasi dan kepemimpinan bangsa Indonesia telah memiliki KNPI dan AMPI sebagai wadah forum komunikasi dan tempat penggembleng. Menempa dan mencetak kader-kader dan pimpinan bangsa yang tangguh dan merakyat.
4. Generasi muda Indonesia mulai turut dalam peraturan aksi-aksi Tritura, Supersemar,
5. Bidang pendidikan yang dapat menopang pembangunan dengan melahirkan tenaga-tenaga terampil dalam bidangnya masing-masing dapat digolongkan dalam tiga bidang yaitu pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan informal.
Sumber Tautan :
http://www.truetech.co.cc/2009/12/pemuda-dan-sosialisasi.html
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/industrial-technology/informatics-engineering-s1/ilmu-sosial-dasar/pemuda-dan-sosialisasi
http://www.anakciremai.com/2009/10/makalah-sosiologi-tentang-pemuda-dan.html
http://www.networkedblogs.com/p20868776

Keluarga, pondasi Penting dalam membentuk Kepribadian suatu Individu

Keluarga adalah pokok penting dalam pembangunan karakter suatu individu secara personal. Maka dari itu, sifat dari anak pastilah mencerminkan sifat dari orang tuanya atau dari orang-orang lain yang dituakan dalam keluarga itu (misalnya kakek, nenek, dsb). Dari keluarga maka lahirlah beraneka ragam individu dalam hal karakteristik dan kebudayaan.
Sama seperti pohon, jika bibit yang ditanam adalah bibit unggul, maka hasilnya juga akan baik.. begitupun sebaliknya.. oleh sebab itu, keluarga sangat besar andilnya dalam hal mengembangkan masyarakat suatu bangsa. Bisa dibayangkan jika dalam suatu bangsa, keluarga yang membentuknya itu berasal dari kualitas yang baik, maka besar kemungkinan dan pasti bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang baik..
Lalu apa ukuran untuk menilai baik atau kurang baiknya suatu keluarga dalam proses membangun individu? Pertama, keluarga itu penuh dengan kasih. Kasih adalah bahasa universal yang membuat orang bisa menerima orang lain baik kekurangannya dan kelebihannya. Kalau di dalam diri keluarga itu ditanamkan unsur kasih, maka anak yang tumbuh dalam keluarga itu saat ia masuk ke dalam suatu lingkungan yang sebenarnya membuatnya bisa mengasihi orang lain yang membuat anak ini bisa menerima perbedaan yang nyata itu sebagai suatu hal yang indah dan dekoratif. Perbedaan tidak lagi dilihat sebagai konflik namun sebagai hal yang meperkaya pengetahuan..
Kedua, dalam keluarga yang juga penting adalah sikap terbuka, saling menghormati dan menghargai.Ketika setiap anggota keluarga bisa sadar akan kedudukan dan status masing-masing dalam keluarga, maka akan timbul rasa untuk menghormati satu sama lain.. Unsur ini penting sebagai bekal individu dalam terjun ke dunia masyarakat.
Dan keterbukaan dalam segala hal ini sangat perlu. Dari keluarga kita belajar untuk bersikap terbuka, memecahkan masalah dengan jalan demi untuk mencapai tujuan yang ideal. Jika dalam keluarga kita sudah membiasakan untuk bersikap terbuka, maka ketika individu harus terjun ke dalam masyarakat ia sudah tahu harus bagaimana dalam mengatasi konflik. Dengan sikap yang terbuka, kesalahpahaman bisa dicegah dan meminimalisir konflik
Unsur terakhir yang menjadi ciri dari keluarga yang baik adalah sikap saling menghargai dan memaafkan. Ini adalah sikap yang sulit untuk dilakukan. Terkadang dalam keluarga sering kali kita menuntut seseorang untuk menjadi apa yang kita inginkan, mengatur dan membatasi kebebasan seseorang. Dalam keluarga baik itu orangtua ataupun akan, keduanya harus saling menghargai. Apa yang menjadi keinginan dan prinsip masing-masing. Sudah sifat dasar manusia untuk selalu merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki atau apa yang diterimanya. Hal inilah yang seringkali membuat kita tidak bisa menerima kekurangan dan keterbatasan seseorang. Membuat kita menuntut lebih. Perlu disadari bahwa di dunia ini tak ada gading yang tak retak. Menghargai. Itu adalah bekal penting yang harus dilahirkan dalam keluarga agar kelak ketika kita sudah bisa menghargai keluarga kita sendiri, kita juga bisa menghargai orang lain, masyarakat lain dan bangsa lain.
Lalu, memaafkan. Manusia penuh dengan keterbatasan dan kekhilafan dalam hidupnya, oleh sebab itu memaafkan menjadi hal yang penting dalam keluarga sebagai tempat kita berlatih. Memang tindakan yang sudah kita lakukan tidak dapat dikembalikan pada titik nol. Maksudnya, setiap tindakan kita yang menyakiti orang lain pasti membuat orang lain pedih. Tapi, maaf itu perlu.
Setidaknya maaf dan memaafkan adalah sarana utama pendewasaan diri manusia sebagai individu yang berjiwa besar..
Sumber Tautan :
http://one.indoskripsi.com/node/7510
http://jhenaa.ngeblogs.com/2009/11/22/individu-keluarga-dan-masyarakat/
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7172
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://findarticles.com/p/articles/mi_m0CYZ/is_4_28/ai_83530629/

Makna Individu, Keluarga dan Masyarakat

A. Makna Individu
Manusia adalah makhluk individu. Makhluk individu berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisah-pisahkan antar jiwa dan raganya.
Para ahli psikologi modrn menegaskan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang kegiatannya sebagai kesatuan. Kegiatan manusia sehari-hari merupakan keseluuhan jiwa raganya. Bukan hanya kegiatan alat-alat tubuh saja, atau bukan hanya aktifitas dari kemampuan-kemampuan jiwa satu-persatu terlepas daripada yang lain.
Pendapat lain bahwa manusia sebagai makhluk individu, tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap orang itu merupakan pribadi (individu) yang khas menurut corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan serta kelemahan-kelemahannya. Sehubungan dengan itu, Fallport merumuskan kepribadian manusia sebagai makhluk individu adalah sebagai berikut : kepribadian adalah organisasi dinamis daripada system-sistem psycho-physik dalam individu yang turut menetukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Untuk menjadi individu yang “mandiri” harus melalui proses. Proses yang dilaluinya adlah proses pemantapan dalam pergaulan di lingkungan keluarga pada tahap pertama. Karakter yang khas itu terbentuk dalam lingkungan keluarga secara bertahap dan akan mengendap melalui sentuhan-sentuhan interaksi : etika, estetika, dan moral agama. Menurut Siegmund Freud, superego pribadi manusia sudah mulai terbentuk pada saat manusia berumur 5-6 tahun.
B. Makna Keluarga
Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi, keluarga dalam bentuk murni merupakan suatu kesatuan sosial mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana dsaja dalam satuan masyarakat manusia.
C. Makna Masyarakat
Mengenai arti masyarakat, ada beberapa definsi mengenai masyarakat itu, seperti :
1. R. Linton : masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang diriny sebagai satu keatuan social dengan batas-batas tertentu.
2. M.J. Herskovit : masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
3. J.L. Gillin dan J.P. Gillin : masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
4. S.R. Steinmetz : masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang meliputi pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
5. Hasan Shadily : masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya, bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Mengingat definisi masyarakat di atas, maka dapat di ambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.
c. Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Dapatlah kita membedakan pengertian antara individu sebagai perseorangan dan individu sebagai makhluk sosial. Individu perseorangan berarti individu berbeda dalam keadaan tidak berhubungan dengan individu lainnya. Atau dengan kata lain : individu yang sedang dalam keadaan memutuskan hubungannya dengan alam sekitarnya, khususnya masyarakat.
Sedang individu sebagai makhluk sosial berarti individu yang sedang mengadakan hubungan dengan alam sekitarnya, khususnya masyarakat. Di sini kita dapati manusia dengan sadar menghubungkan sikap tungkah laku dan perbuatannya denagan individu lainnya. Sehingga terbentuklah suatu kelompok yang besar, dan apabila kelompok-kelompok itu berjalan konstan, maka itulah yang disebut masyarakat.
Sumber Tautan :
http://one.indoskripsi.com/node/7510
http://jhenaa.ngeblogs.com/2009/11/22/individu-keluarga-dan-masyarakat/
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7172
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://findarticles.com/p/articles/mi_m0CYZ/is_4_28/ai_83530629/

INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT

I. Individu
Individu berasal dari berasal dari bahasa latin, indivuduum yang artinya yang tak terbagi, dan merupakan kesatuan yang tak terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan.
Dalam bertingkah laku menurut pola pribadi suatu individu terdapat tiga macam kemungkinan:
1. Menyimpang dari norma kolektif
2. Kehilangan individualitas
3. Mempengaruhi masyarakat
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi kedalam tiga golongan
1) Pendirian navistik
Pertumbuhan individu ditentukan oleh factor yang dibawa sejak lahir.
2) Pendirian empiristik dan environmentalistik
Pertumbuhan individu tergantung pada lingkungan
3) Pendirian konvergensi dan interaksionisme
Pertumbuhan individu ditentukan oleh interaksi dasar (factor yang dibawa sejak lahir) dan lingkungannya.
II. Keluarga
Keluarga merupakan unit satuan masyarakat terkecil sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.
keluarga terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Dan keluarga juga merupakan lembaga sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan sekelompok orang yang mempunyai hubungan darah dan perkawinan. Terdiri dari:

• Keluarga (family)
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
• Keluarga tua (extended family)
Keluarga kekerabatan yang terdiri dari 3 atau 4 keluarga yang terikat oleh hubungan orang tua anak atau saudara kandung oleh suatu tempat tinggal bersama yang besar.

III. Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang tinggal di tempat tertentu dan memiliki adat serta budaya.
7 unsur kebudayaan:
1. bahasa
2. sistem pengetahuan
3. organisasi sosial
4. sistem peralatan hidup dan teknologi
5. sistem mata pencarian
6. sistem religi
7. kesenian
Interaksi Antara Individu, Keluarga Dan Masyarakat
Seorang individu barulah individu apabila pola prilakunya yang khas diproyeksikan pada suatu lingkungan sosial yang disebut masyarakat.
Gambaran mengenai relasi individu dengan lingkungan sosialnya:
a) relasi individu dengan dirinya
b) relasi individu dengan keluarga
c) relasi individu dengan lembaga
d) relasi individu dengan komunitas
e) relasi individu dengan masyarakat
f) relasi individu dengan nasional
Sumber Tautan :
http://one.indoskripsi.com/node/7510
http://jhenaa.ngeblogs.com/2009/11/22/individu-keluarga-dan-masyarakat/
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7172
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://findarticles.com/p/articles/mi_m0CYZ/is_4_28/ai_83530629/

Pengamalan pancasila di masyarakat,dalam bidang agama, dan bidang social

Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang secara dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Oleh karena itu, Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka, yang mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi, sasaran yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman.

Sebagai nilai dasar ideologi negara tidak boleh berubah. Yang dapat berubah adalah nilai-nilai instrumental yang merupakan pengamalan, pengembangan, dan pengayaan nilai-nilai dasar. Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara.

Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-cita negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ada cita-cita untuk mewujudkan persatuan yang melindungi dan meliputi seluruh bangsa, mengatasi paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang berkedaulatan rakyat.

Setiap orang di rumah tangga, sekolah, perusahaan, RT, RW, kota, kabupaten dst. harus mengimplementasikan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan dengan berpegang teguh kepada prinsip “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Dengan demikian sebenarnya kalau semua orang di negara Indonesia ini, mulai dari keluarga sampai negara mau melakukan seluruh tugas tanggung jawab pekerjaan dan jabatannya dengan selalu berprinsip kepada “Ketuhanan Yang Maha Esa”, maka otomatis Pancasila sudah menjadi ideologi, falsafah dan dasar negara.

Untuk menjaga agar Pancasila tetap sakti dan lestari, harus dilakukan peningkatan pemahamannya pada semua lapisan masyarakat. Yang lebih penting lagi, para pemimpin harus menjadi teladan dalam pengamalan Pancasila. Pancasila akan menjadi ideologi yang kuat apabila diamalkan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kini saatnya kita menerapkan nilai-nilai Pancasila agar berdayaguna membangun kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial di tengah-tengah arus globalisasi dan kaidah-kaidah kapitalisme. Kapitalisme dan pasar bebas hanya menguntungkan individu-individu bermodal besar (investor). Akibatnya, kemiskinan semakin merajalela. Modernitas dan globalisasi bukan membuat manusia dunia semakin sejahtera, tapi sebaliknya semakin sengsara.

Tantangan kita ke depan adalah menghadirkan Pancasila sebagai sumber inspirasi dalam membuat kebijakan publik. Apa gunanya kita berkoar-koar tentang keagungan Pancasila, jika kebijakan yang kita keluarkan tidak berpijak pada nila-nilai ketuhanan (sila pertama), kemanusiaan (sila kedua), memperat persatuan (sila ketiga), tidak bijaksana (sila keempat), dan keadilan sosial (sila kelima). Sebagian dari kita malah hanyut dalam derap langkah sekularisme, kekerasan, dan “keadilan kaum kapitalis”.

Kini, para elit tidak perlu mengatakan kesadaran ber-Pancasila menipis yang ditujukan kepada pihak-pihak lain. Namun jauh lebih penting dari itu, elit politik dan para pejabat negara harus menunjukkan sikap dan perilaku yang bermoral serta mengambil kebijakan yang sesuai dengan semangat Pancasila. Nilai-nilai Pancasila harus diaktualisasikan.
Sumber Tautan :
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AgzPvpRHFOD47xEN0O0raVHJRAx.;_ylv=3?qid=20080527051357AAbGRwb
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AuQIONj3jYteOC0wabE9X0TJRAx.;_ylv=3?qid=20100105021415AAcmgEc
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aqwg6WmebOY5ZdKB_Xva_L7JRAx.;_ylv=3?qid=20090210020000AAOMl2e
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj0qkRl_nopkSZGDTww9AwPJRAx.;_ylv=3?qid=20100115064022AAHkUuL

Demonstrasi Anarkis masyarakat di sumatera barat yang membuat seorang ketua DPRD meninggal dunia

Dalam pergaulan kehidupan bernegara dan bermasyarakat ada aturan-aturan yang diciptakan, baik dalam bentuk perundang-undangan maupun dalam bentuk norma kemasyarakatan yang harus dipahami dan dijalankan oleh setiap warganegara/anggota masyarakat. Hal ini sepatutnya dijalankan dengan baik dan tegas agar tercipta pola kehidupan masyarakat yang teratur dan tidak saling berbenturan.

Terkadang perbedaan pendapat buntut atas ketidakpuasan akan sesuatu hal yang muncul diantara elemen masyarakat dan tidak terespon dengan baik oleh pejabat yang berwenang(pemerintah) sehingga biasanya diambil jalan pintas tercepat yaitu melalui demonstrasi/unjuk rasa dengan harapan aspirasi yang terpendam/tidak diperhatikan akan memperoleh tanggapan dengan cepat. Unjuk rasa memang diperbolehkan asalkan tetap tertib dalam arti tidak mengganggu kepentingan/menghambat kepentingan umum masyarakat. Hanya saja, kondisi di lapangan yang penuh dengan tekanan dan provokasi kadang mengarahkan suatu demonstrasi ke arah yg cenderung anarkis dan rawan penunggangan oleh pihak ketiga. Contohnya demonstrasi masyarakat di sumut kemarin.

Demonstrasi adalah suatul hal yang lumrah di setiap Negara, namun demonstrasi itu sendiri harus jelas visi & misi demonstrasinya, tidak hanya karena termakan provokasi/isu pihak tertentu yang akhirnya malah menempatkan pihak yang berdemonstrasi sebagai tukang pukul belaka. Haruskah sistem demokrasi di Negara kita seperti ini??
Sumber Tautan :
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AgzPvpRHFOD47xEN0O0raVHJRAx.;_ylv=3?qid=20080527051357AAbGRwb
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AuQIONj3jYteOC0wabE9X0TJRAx.;_ylv=3?qid=20100105021415AAcmgEc
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aqwg6WmebOY5ZdKB_Xva_L7JRAx.;_ylv=3?qid=20090210020000AAOMl2e
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj0qkRl_nopkSZGDTww9AwPJRAx.;_ylv=3?qid=20100115064022AAHkUuL

Senin, 01 Maret 2010

DI JALAN TEMPAT PEDAGANG WANGI-WANGIAN

Seorang pengais sampah, yang sedang berjalan-jalan di tempat
orang berjualan wangi-wangian, tiba-tiba terjatuh
seakan-akan mati. Orang-orang berusaha menghidupkannya
kembali dengan bau-bauan wangi, namun keadaannya malah
semakin parah.

Akhirnya seorang bekas pengorek sampah datang; ia mengetahui
keadaan itu. Ia mendekatkan sesuatu yang berbau busuk di
hidung orang itu, yang segera saja segar kembali, teriaknya,
"Nah, ini dia wangi-wangian!"

Kamu harus mempersiapkan dirimu bagi keadaan peralihan,
disana tidak ada apa pun yang sudah biasa kaukenal. Setelah
mati, dirimu akan harus memberikan tanggapan terhadap
rangsangan yang di dunia ini masih bisa kaucoba rasakan.

Kalau kau tetap terikat pada beberapa hal yang kau kenal
akrab, kau hanya akan sengsara, seperti halnya si pengorek
sampah yang keadaannya menjadi gawat ditempat para penjual
wangi-wangian.

Catatan

Kisah perumpamaan ini jelas sekali maknanya. Ghazali
mempergunakannya dalam Alkemia Kebahagiaan pada abad
kesebelas untuk menggarisbawahi ajaran Sufi, bahwa hanya
beberapa saja diantara benda-benda yang kita kenal ini yang
memiliki pertalian dengan "dimensi lain."

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

SEBUAH WAHYU LANGSUNG UNTUK 'ALI

Suatu hari ketika 'Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang
musuhnya patah dan orangnya terjatuh. 'Ali berdiri di atas
musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia
berkata, "Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan
lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka
aku tidak boleh menyerangmu."

"Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan
tangan-tanganmu dan kaki-kakimu," orang itu berteriak balik.

"Baiklah kalau begitu," jawab 'Ali, dan dia menyerahkan
pedangnya ke tangan orang itu.

"Apa yang sedang kamu lakukan", tanya orang itu kebingungan.
"Bukankah saya ini musuhmu?"

Ali memandang tepat di matanya dan berkata, "Kamu bersumpah
kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan
membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu
majulah dan seranglah aku". Tetapi orang itu tidak mampu.
"Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata," jelas 'Ali.
"Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan
antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya
adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu
antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan
pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu
dalam keadaan seperti ini, maka aku harus
mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan
mempertanyakan hal ini kepadaku."

"Inikah cara Islam?" Orang itu bertanya.

"Ya," jawab 'Ali, "Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa,
dan Sang Unik."

Dengan segera, orang itu bersujud di kaki 'Ali dan memohon,
"Ajarkan aku syahadat."

Dan 'Ali pun mengajarkannya, "Tiada tuhan melainkan Allah.
Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah."

Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. 'Ali
menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang
itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi
sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.

"Mengapa kamu tidak membunuh aku?" Orang itu berteriak dengan
marah. "Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?,'
Dan dia meludahi muka 'Ali.

Mulanya 'Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat
kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya. "Aku bukan
musuhmu", Ali menjawab. "Musuh yang sebenarnya adalah
sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah
saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau
meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang
kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka
aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku
akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk
itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak
membunuhmu."

"Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?" orang
itu bertanya.

"Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan.
Antara kebenaran dan kepalsuan". 'Ali menjelaskan kepadanya.
"Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk
membunuhmu, aku tak boleh."

"Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?"

"Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam."

Dengan segera orang itu tersungkur di kaki 'Ali dan dia juga
diajari dua kalimat syahadat.

-------------------------
TASAWUF MENDAMAIKAN DUNIA
(Islam & World Peace: Explanation of A Sufi)

ULAR DAN MERAK

Pada suatu hari, seorang muda bernama Adi, Si Mesin Hitung
-karena ia belajar matematika- memutuskan untuk meninggalkan
Bhokara guna mencari ilmu yang lebih tinggi. Gurunya
menasehatkan agar ia berjalan ke arah selatan, dan katanya,
"Carilah makna Merak dan Ular." tentu saja anjuran itu
membuat Adi berpikir keras.

Ia mengembarai Khorasan dan akhirnya sampai di Irak. Di
negeri Irak, ia benar-benar menemukan tempat yang terdapat
seekor merak dan seekor ular. Adipun mengajak bicara mereka.
Kedua binatang itu berkata, "Kami sedang memperbincangkan
keunggulan kami masing-masing."

"Nah, justru itu yang ingin kuketahui," kata Adi. "Teruskan
berbincang-bincang."

"Rasanya, akulah yang lebih berguna," kata Merak. "Aku
melambangkan cita-cita, perjalanan ke langit keindahan
sorgawi, dan karenanya juga pengetahuan adiluhung. Adalah
tugasku untuk mengingatkan manusia, dengan cara menirukan,
tentang segi-segi dirinya yang tak dilihatnya."

"Sebaliknya, aku," kata Ular, sambil mendesis pelahan,
"melambangkan hal itu juga. Seperti manusia, aku terikat
pada bumi Kenyataan itu menyebabkan manusia menyadari
dirinya. Juga seperti manusia, aku lentur, bisa
berkelok-kelok menyusur tanah. Manusia sering melupakan
kenyataan itu. Menurut kisah , akulah penjaga harta yang
tersembunyi di bumi."

"Tetapi kau menjijikkan," teriak Merak. "Kau licik, licin,
dan berbahaya."

"Kau menyebut sifat-sifat kemanusiaanku," kata Ular,
"sedangkan aku lebih suka menunjukkan sifat-sifatku yang
lain, yang sudah kusebut-sebut tadi. Sekarang, lihat dirimu
sendiri: kau sombong, kegemukan, dan suaramu serak. Kakimu
terlalu besar, bulu-bulumu berlebihan panjangnya."

Sampai disini Adi menyela, "Hanya ketidak-cocokanmulah yang
telah menyebabkan aku mengetahui bahwa tak ada di antara
kalian yang benar. Namun kita jelas-jelas melihat, apabila
kalian sama-sama meninggalkan keasyikan diri sendiri, secara
bersama-sama kalian bisa memberi pesan bagi kemanusiaan."

Dan, sementara dua pihak yang bertengkar itu
mendengarkannya, Adi menjelaskan peran mereka bagi
kemanusiaan: "Manusia melata di tanah bagai Si Ular. Ia bisa
melayang tinggi bagai Burung. Namun, karena tamak seperti
Ular, ia tetap mempertahankan kepentingan diri sendiri
ketika berusaha terbang, dan mereka menjadi seperti Merak;
terlampau sombong. Dalam diri Merak, kita melihat
kemungkinan manusia, namun yang tidak tercapai dengan
semestinya. Pada kilauan Ular, kita menyaksikan kemungkinan
keindahan. Pada Merak, kita menyaksikan keindahan itu
menjadi terlalu berbunga-bunga."

Dan kemudian terdengar Suara dari dalam berbicara kepada
Adi, "Itu belum lengkap. Kedua makhluk itu diberkahi
kehidupan, yang merupakan faktor penentu. Mereka bertengkar
karena masing-masing telah merasa aman dalam jenis
kehidupannya sendiri, beranggapan bahwa hal itu merupakan
perwujudan suatu kedudukan yang sebenarnya. Namun, yang
seekor menjaga harta dan tidak bisa mempergunakannya. Yang
lain mencerminkan keindahan, harta juga, namun tidak bisa
mengubah dirinya sendiri menjadi keindahan. Di Samping
ketidakmampuan keduanya untuk mengambil keuntungan dari
kesempatan yang terbuka bagi mereka keduanya pun
melambangkan kesempatan itu --tentu bagi mereka yang bisa
melihat dan mendengarnya."

Catatan

Pemujaan Ular dan Merak di Irak didasarkan pada ajaran
seorang Syeh Sufi, Adi, putra Musafir, pada abad kedua
belas. Pemujaan itu dianggap suatu misteri oleh kebanyakan
orientalis.

Kisah ini, yang tercatat dalam legenda, menunjukkan
bagaimana guru-guru darwis membentuk "mazhab-mazhab"-nya
berdasarkan pelbagai lambang, yang dipilih untuk memberi
contoh ajaran-ajarannya.

Dalam bahasa Arab, "Merak" melambangkan juga "perhiasan;"
sedangkan "Ular," memiliki bentuk huruf yang sama dengan
"organisme" dan "kehidupan." Oleh karena itu perlambangan
Pemujaan Malaikat Merak yang tersembunyi -Kaum Yezidis-
adalah suatu cara untuk menunjukkan "Bagian Dalam dan Luar,"
rumus rumus Sufi tradisional.

Pemujaan itu masih ada di Timur Tengah, dan memiliki
penganut (tak ada di antara mereka itu yang orang Irak) di
Inggris dan Amerika Serikat.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

TIGA ORANG DARWIS

Konon, ada tiga orang darwis. Mereka bernama Yak, Do, dan
Se. Mereka masing-masing berasal dari Utara, Barat, dan
Selatan. Mereka memiliki suatu hal yang sama: berusaha
mencari Kebenaran Dalam, oleh karenanya mereka mencari
Jalan.

Yang pertama, Yak-Baba, duduk dan merenung sampai kepalanya
pening. Yang kedua, Do-Aghas tegak dengan kepala di bawah
sehingga kakinya kaku. Yang ketiga, Se-Kalandar, membaca
buku-buku sampai hidungnya mengeluarkan darah.

Akhirnya mereka memutuskan untuk berusaha bersama-sama.
Mereka mengundurkan diri ke tempat sunyi dan melakukan
latihan bersama, mengharap agar ketiga kekuatan yang
digabung akan cukup kuat untuk mendatangkan Kebenaran, yang
mereka sebut Kebenaran Dalam.

Empat puluh hari empat puluh malam lamanya mereka bertahan
menderita. Akhirnya, dalam pusaran asap putih muncullah
kepala seorang lelaki yang sangat tua di hadapan mereka;
tampaknya ia muncul dari tanah. "Apakah kau Kidir yang gaib
itu, pemandu manusia?" tanya darwis pertama. "Bukan, ia
Kutub, Tiang Semesta," sahut yang kedua. "Aku yakin, itu
pasti tak lain salah seorang dari para Abdal. Orang-orang
Yang Terubah," kata yang ketiga.

"Salah semua" teriak bayang-bayang itu keras-keras, "tetapi
aku adalah apapun yang kau inginkan tentangku. Dan kini
kalian menginginkan satu hal, yakni yang kausebut Kebenaran
Dalam?"

"Ya, O Guru," sahut mereka serentak.

"Pernahkah kalian mendengar peribahasa, ada banyak Jalan
sebanyak hati manusia?" tanya kepala itu. Bagaimanapun,
inilah jalanmu:

"Darwis pertama akan mengembara melalui Negeri Orang Tolol;
Darwis Kedua harus menemukan Cermin Ajaib; Darwis Ketiga
harus meminta pertolongan Jin Pusaran Air." Setelah berkata
demikian, kepala itupun menghilang.

Mereka bertiga membicarakan masalah itu, tidak hanya karena
mereka memerlukan penjelasan lebih lanjut sebelum berangkat,
tetapi juga karena meskipun mereka semua telah mengadakan
latihan berbagai cara, masing-masing percaya bahwa hanya ada
satu cara yakni caranya sendiri, tentu saja. Dan kini,
masing-masing tidak yakin benar bahwa caranya sendiri itu
cukup berguna, meskipun boleh dikatakan telah mampu
mendatangkan bayang-bayang yang baru saja mereka saksikan
tadi, yang namanya sama sekali tidak mereka ketahui.

Yak-Babalah pertama-tama meninggalkan tempat samadinya;
biasanya ia akan bertanya kepada orang yang ditemuinya,
apakah ada orang bijaksana yang tinggal dekat-dekat daerah
itu; tetapi kini ia bertanya apakah mereka mengetahui Negeri
Orang Tolol. Akhirnya setelah berbulan-bulan lamanya, ada
juga yang tahu, dan berangkatlah ia menuju kesana. Segera
setelah ia memasuki negeri itu, dilihatnya seorang wanita
menggendong pintu. "Wanita," tanyanya, "mengapa kaugendong
pintu itu?"

"Sebab, pagi tadi, sebelum berangkat kerja, suamiku
berpesan: "Istriku, dirumah kita ini tersimpan harta
berharga. Jangan kauperbolehkan orang melewati pintu ini."
Karena aku pergi, kubawa pintu ini agar tidak ada yang
melewatinya. Kini perkenankanlah saya melewatimu."

"Apakah saya boleh menjelaskan sesuatu agar kau tahu bahwa
sebenarnya tak perlu kau bawa kemana-mana pintu itu?" tanya
Darwis Yak-Baba. "Tidak usah," kata wanita itu.
"Satu-satunya yang bisa menolong adalah apabila Saudara bisa
menjelaskan cara memperingan bobot pintu ini."

"Wah, itu saya tidak tahu," kata Darwis. Dan mereka pun
berpisah.

Beberapa langkah kemudian ia menjumpai sekelompok orang.
Mereka semua gemetar ketakutan di depan sebuah semangka
besar yang tumbuh di ladang. "Kami belum pernah melihat
raksasa itu sebelumnya," mereka menjelaskan kepada Darwis
itu, "dan tentunya ia akan tumbuh semakin besar dan membunuh
kami semua. Tetapi kami takut menyentuhnya."

"Bolehkah saya mengatakan sesuatu kepada kalian tentang
itu?" tanyanya kepada mereka.

"Jangan goblok!" jawab mereka. "Bunuhlah ia, dan kau akan
diberi hadiah, tetapi kami tidak mau tahu apapun
tentangnya." Maka Darwis itupun mengeluarkan pisau,
mendekati semangka itu, memotong seiris, dan kemudian mulai
memakannya

Di tengah-tengah jerit ketakutan yang hiruk-pikuk
orang-orang itu memberinya uang. Ketika ia pergi, mereka
berkata, "Kami mohon jangan kembali kemari, Tuan Pembunuh
Raksasa. Jangan datang kemari dan memakan kami seperti
tadi!"

Demikianlah, sedikit demi sedikit ia mengerti bahwa di
Negeri Orang Tolol, agar bisa bertahan hidup, orang harus
bisa berfikir dan berbicara seperti orang tolol. Setelah
beberapa tahun lamanya, ia mencoba mengubah beberapa orang
tolol menjadi waras, dan sebagai hadiahnya pada suatu hari
Darwis itu mendapatkan Pengetahuan Dalam. Meskipun ia
menjadi orang suci di Negeri Orang Tolol, rakyat
mengingatnya hanya sebagai Orang yang Membelah Raksasa Hijau
dan Meminum Darahnya. Mereka mencoba melakukan hal yang
sama, untuk mendapatkan Pengetahuan Dalam --dan mereka tak
pernah mendapatkannya.

Sementara itu, Do-Agha, Darwis Kedua, memulai perjalanannya
mencari Pengetahuan Dalam. Kali ini ia tidak menanyakan
tentang orang-orang suci atau cara-cara latihan yang baru,
tetapi tentang Cermin Ajaib, Jawaban-jawaban yang
menyesatkan sering didengarnya, namun akhirnya ia mengetahui
tempat Cermin itu. Cermin itu tergantung di sumur pada
seutas tali yang selembut rambut, dan sebenarnya hanya
sebagian saja, sebab Cermin itu terbuat dari pikiran-pikiran
manusia, dan tidak ada cukup pikiran untuk bisa membuatnya
sebuah Cermin yang utuh.

Setelah itu ia berhasil menipu raksasa yang menjaganya,
Do-Agha menatap Cermin itu dan meminta Pengetahuan Dalam.
Sekejap saja ia sudah memilikinya. Iapun tinggal di sebuah
tempat dan mengajar dengan penuh kebahagiaan beberapa tahun
lamanya. Tetapi pengikut-pengikutnya tidak bisa mencapai
taraf pemusatan pikiran yang diperlukan untuk memperbaharui
cermin itu secara teratur, cermin itu pun lenyaplah. Namun,
sampai hari ini masih ada orang-orang yang menatap cermin,
membayangkan bahwa Cermin Ajaib Do-Agha, Sang Darwis.

Sedangkan Darwis Ketiga, Se-Kalandar, ia pergi ke mana-mana
mencari Jin Pusaran Air. Jin itu dikenal dengan pelbagai
nama, namun Se-Kalandar tidak mengetahuinya; dan
bertahun-tahun lamanya ia bersilang jalan dengan Jin itu,
senantiasa gagal menemuinya karena Jin itu disana tidak
dikenal sebagai Jin dan mungkin tidak dikait-kaitkan dengan
pusaran air.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun lamanya, ia pergi kesebuah
dusun dan bertanya, "O Saudara-saudara! apakah ada diantara
kalian yang pernah mendengar tentang Jin Pusaran Air?"

"Saya tak pernah mendengar tentang Jin itu," kata seseorang,
"tetapi desa ini disebut Pusaran Air."

Darwis merubuhkan tubuhnya ke tanah dan berteriak, "Aku tak
akan meninggalkan tempat ini sampai Jin Pusaran Air muncul
di hadapanku!"

Dan Jin itu, yang sedang lewat dekat tempat itu, memutar
langkahnya dan berkata, "Kami tidak menyukai orang asing di
desa kami, darwis. Karena itu aku datang padamu. Nah, apa
yang kau cari?"

Aku mencari Pengetahuan Dalam, dan aku diberi tahu bahwa
dalam keadaan tertentu kau bisa mengatakan padaku bagaimana
mendapatkannya.

"Tentu, aku bisa," kata Si Jin. "Kau telah mengalami banyak
hal. Yang harus kau lakukan tinggal mengucapkan ungkapan
ini, menyanyikan lagu itu, melakukan tindakan itu. Kau pun
nanti akan mendapatkan Pengetahuan Dalam."

Darwis itu mengucapkan terima kasih kepada Jin, lalu memulai
latihannya. Bulan-bulan berlalu, kemudian bertahun-tahun,
sampai akhirnya ia berhasil melakukan pengabdian dan
ketaatannya secara benar. Orang-orang datang dan
menyaksikannya dan kemudian meniru-nirunya, karena
semangatnya, dan karena ia dikenal sebagai orang yang taat
dan saleh.

Akhirnya Darwis itu mencapai Pengetahuan Dalam; jauh
meninggalkan pengikut-pengikutnya yang setia, yang
meneruskan cara-caranya. Tentu saja mereka itu tidak pernah
mencapai Pengetahuan Dalam, sebab mereka memulai pada akhir
telaah Sang Darwis.

Setelah itu, apabila ada pengikut-pengikut ketiga Darwis
itu bertemu, salah seorang berkata, "Aku memiliki kaca
Tataplah, dan kau akan mencapai Pengetahuan Dalam."

Yang lain menjawab, "Korbankan semangka,ia akan menolongmu
seperti yang pernah terjadi atas Yak-Baba."

Yang ketiga menyela, "Tak mungkin: Satu-satunya cara adalah
tabah dalam mempelajari dan menyusun latihan tertentu,
sembahyang, dan bekerja keras."

Ketika pada kenyataannya ketiga Darwis itu berhasil mencapai
Pengetahuan Dalam, mereka bertiga mengetahui bahwa tak mampu
menolong mereka yang telah mereka tinggalkan di belakang:
seperti ketika seorang terbawa oleh air pasang dan melihat
di darat ada seorang diburu singa, dan tidak bisa
menolongnya.

Catatan

Petualangan-petualangan orang-orang ini nama-nama mereka
berarti "satu," "dua" dan "tiga" --kadang-kadang diartikan
sebagai ejekan terhadap agama yang lazim.

Kisah ini merupakan ringkasan sebuah kisah ajaran yang
terkenal, "Apa yang Terjadi atas Mereka Bertiga." Kisah ini
dianggap sebagai ciptaan guru Sufi, Murad Shami, kepala Kaum
Muradi, yang meninggal tahun 1719. Para darwis yang
menceritakannya menyatakan bahwa kisah ini mempunyai pesan
dalam yang jauh lebih penting dalam hal-hal praktis,
daripada arti yang diluarnya saja.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

TIGA NASEHAT

Pada suatu hari ada seseorang menangkap burung. Burung itu
berkata kepadanya, "Aku tak berguna bagimu sebagai tawanan.
Lepaskan saja aku, nanti kuberi kau tiga nasehat."

Si Burung berjanji akan memberikan nasehat pertama ketika
masih berada dalam genggaman orang itu, yang kedua akan
diberikannya kalau ia sudah berada di cabang pohon, dan yang
ketiga ia sudah mencapai puncak bukit.

Orang itu setuju, dan meminta nasehat pertama.

Kata burung itu,

"Kalau kau kehilangan sesuatu, meskipun kau menghargainya
seperti hidupmu sendiri, jangan menyesal."

Orang itupun melepaskannya, dan burung itu segera melompat
ke dahan.

Di sampaikannya nasehat yang kedua,

"Jangan percaya kepada segala yang bertentangan dengan akal,
apabila tak ada bukti."

Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung. Dari sana ia
berkata,

"O manusia malang! diriku terdapat dua permata besar, kalau
saja tadi kau membunuhku, kau akan memperolehnya!"

Orang itu sangat menyesal memikirkan kehilangannya, namun
katanya, "Setidaknya, katakan padaku nasehat yang ketiga
itu!"

Si Burung menjawab,

"Alangkah tololnya kau, meminta nasehat ketiga sedangkan
yang kedua pun belum kaurenungkan sama sekali! Sudah
kukatakan padamu agar jangan kecewa kalau kehilangan, dan
jangan mempercayai hal yang bertentangan dengan akal. Kini
kau malah melakukan keduanya. Kau percaya pada hal yang tak
masuk akal dan menyesali kehilanganmu. Aku toh tidak cukup
besar untuk bisa menyimpan dua permata besar!

Kau tolol. Oleh karenanya kau harus tetap berada dalam
keterbatasan yang disediakan bagi manusia."

Catatan

Dalam lingkungan darwis, kisah ini dianggap sangat penting
untuk "mengakalkan" pikiran siswa Sufi, menyiapkannya
menghadapi pengalaman yang tidak bisa dicapai dengan
cara-cara biasa.

Di samping penggunaannya sehari-hari di kalangan Sufi, kisah
ini kedapatan juga dalam klasik Rumi, Mathnawi. Kisah ini
ditonjolkan dalam Kitab Ketuhanan karya Attar, salah seorang
guru Rumi. Kedua pujangga itu hidup pada abad ke tiga belas.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

TIGA EKOR IKAN

Konon, di sebuah kolam tinggal tiga ekor ikan: Si Pandai, Si
Agak Pandai, dan Si Bodoh. Kehidupan mereka berlangsung
biasa saja seperti ikan-ikan lain, sampai pada suatu hari
ketika kolam itu kedatangan-seorang manusia

Ia membawa jala; dan Si Pandai melihatnya dari dalam air.
Sadar akan pengalamannya, cerita-cerita yang pernah
didengarnya, dan kecerdikannya, Si Pandai memutuskan untuk
melakukan sesuatu.

"Hampir tak ada tempat berlindung di kolam ini," pikirnya
"Jadi saya akan pura-pura mati saja."

Ia mengumpulkan segenap tenaganya dan meloncat ke luar
kolam, jatuh tepat di kaki nelayan itu. Tentu saja si
Nelayan terkejut. Karena ikan tersebut menahan nafas,
nelayan itu mengiranya mati: ia pun melemparkan ikan itu
kembali ke kolam. Ikan itu kemudian meluncur tenang dan
bersembunyi di sebuah ceruk kecil dekat pinggir kolam.

Ikan yang kedua, Si Agak-Pandai, tidak begitu memahami apa
yang telah terjadi. Ia pun berenang mendekati Si Pandai dan
menanyakan hal itu." Gampang saja," kata Si Pandai, "saya
pura-pura mati, dan nelayan itu melemparkanku kembali ke
kolam."

Si Agak-Pandai itu pun segera melompat ke darat, jatuh dekat
kaki nelayan. "Aneh," pikir nelayan itu, "ikan-ikan ini
berloncatan ke luar air." Namun, Si Agak Pandai ini ternyata
lupa menahan nafas, dan iapun dimasukkan ke kepis.

Ia kembali mengamat-amati kolam, dan karena agak heran
memikirkan ikan-ikan yang berloncatan ke darat, ia pun lupa
menutup kepisnya. Menyadari hal ini, Si Agak-Pandai berusaha
melepaskan diri ke luar dari kepis, membalik-balikkan
badannya, dan masuk kembali ke kolam. Ia mencari-cari ikan
pertama, ikut bersembunyi di dekatnya --nafasnya
terengah-engah.

Dan ikan ke tiga, Si Bodoh, tidak bisa mengambil pelajaran
dari segala itu, meskipun ia telah mengetahui pengalaman
kedua ikan sebelumnya. Si Pandai dan Si Agak-Pandai memberi
penjelasan secara terperinci, menekankan pentingnya menahan
nafas agar di

"Terimakasih: saya sudah mengerti," kata Si Bodoh. Sehabis
mengucapkan itu, ia pun melemparkan dirinya ke darat, jatuh
tepat dekat kaki nelayan. Sang nelayan langsung memasukkan
ikan ketiga itu kedalam kepisnya tanpa memperhatikan apakah
ikan itu bernafas atau tidak. Berulang kali dilemparkannya
jala ke kolam, namun kedua ikan yang pertama tadi dengan
aman bersembunyi dalam sebuah ceruk. Dan kepisnya sekarang
tertutup rapat.

Akhirnya nelayan itu menghentikan usahanya. Ia membuka
kepisnya, menyadari bahwa ternyata ikan yang di dalamnya
tidak bernafas. Ikan itupun dibawanya pulang untuk makanan
kucing.

Catatan

Konon, kisah ini disampaikan oleh Husein, cucu Muhammad,
kepada Khajagan ('Para Pemimpin') yang pada abad ke empat
belas mengubah namanya menjadi Kaum Naqsahbandi.

Kadang-kadang peristiwanya terjadi di sebuah 'dunia' yang
dikenal sebagai Karatas, di Negeri Batu Hitam.

Versi ini dari Abdul 'Yang berubah' Afifi. Ia mendengarnya
dari Syeh Muhammad Asghar, yang meninggal tahun 1813.
Makamnya di Delhi.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Ragam Bahasa

Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa. Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhitung. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1. ragam undang-undang
2. ragam jurnalistik
3. ragam ilmiah
4. ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
1. ragam lisan, terdiri dari:
1. ragam percakapan
2. ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:
1. komunikasi resmi
2. wacana teknis
3. pembicaraan di depan khalayak ramai
4. pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Sumber Tautan :
http://www.idonbiu.com/2009/05/ragam-bahasa-baku-bahasa-indonesia.html
http://intl.feedfury.com/content/15241462-ragam-bahasa.html
http://organisasi.org/definisi-pengertian-bahasa-ragam-dan-fungsi-bahasa-pelajaran-bahasa-indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia

SUMBANGAN MEDIA MASSA

Perlu diketahui dan dipahami bahwa media massa bukan sekadar dunia informasi, melaihkan
juga dunia bahasa. Ketika seseorang berniat menerjuni profesi jurnalis atau wartawan, maka
sesungguhnya ia juga berniat menjadi seorang pejuang bahasa. Seorang jurnalis atau wartawan, setiap hari bergelut dengan kata dan kalimat. Mereka juga dituntut berkreasi dalam mengolah kata agar tulisannya tidak membuat jenuh pembaca. Tak heran kalau kemudian sering dijumpai “kata-kata baru” di media cetak dan media elektronik. Kata heboh, Anda, gengsi, dan santai, adalah sebagian kata yang disumbangkan media massa dalam perkembangan bahasa Indonesia.

Kata heboh pertama kali diperkenalkan dalam kosakata bahasa Indonesia dalam harian Abadi
pada tahun 1953, oleh wartawan Mohammad Sjaaf. Kata Anda diperkenalkan oleh Sabirin, seorang perwira TNI AU dan pertama kali dimuat pada harian Pedoman, tanggal 28 Februari 1957. Kata gengsi diperkenalkan oleh Rosihan Anwar pada tahun 1949. Kata ulang pemuda-pemudi dan saudara-saudari juga merupakan hasil kreativitas para wartawan atau jurnalis.
Kongres Bahasa pertama pada tahun 1938 di Solo, Jawa tengah, juga merupakan hasil
gagasan dan perjuangan dua wartawan muda ketika itu, yakni Soemanang dan Soedarjo
Tjokrosisworo.

Peranan Bahasa Indonesia dalam Dunia Jurnalistik

Sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia tentu saja sangat berperan dalam dunia
jurnalistik. Bayangkan kalau setiap media massa menggunakan bahasa daerah lengkap dialek masingmasing. Namun demikian, untuk memperkaya khasanah bahasa dan untuk tetap menghidupkan bahasa daerah, banyak media massa yang memuat rubrik tertentu dengan menggunakan bahasa daerah,
bahkan media massa televisi pun mulai membuat acara khusus dengan menggunakan bahasa daerah
sebagai bahasa pengantarnya.

Bahasa Indonesia juga berperan menjembatani ketidaktahuan atau kekurang-pahaman
masyarakat Indonesia akan bahasa asing dalam media massa di Indonesia. Apa jadinya kalau kalau
semua berita, film, atau siaran dari mancanegara disajikan atau ditayangkan begitu saja tanpa
pengantar bahasa indonesia oleh media massa kepada masyarakat Indonesia.
Sebagai tambahan, kiranya perlu saya sampaikan di sini, bahwa bahasa jurnalistik adalah
sebuah laras bahasa, yaitu bahasa yang digunakan oleh kelompok profesi atau kegiatan dalam bidang
tertentu. Selain laras bahasa jurnalistik, juga ada laras bahasa sastra, ekonomi, dan keagamaan.
Sebagai sebuah laras bahasa yang tak dapat berdiri sendiri, bahasa jurnalistik harus bersandar
pada ragam bahasa, yakni ragam bahasa baku, karena hanya bahasa bakulah yang pemakaiannya luas
dan memiliki ciri kecendekiaan. Itulah sebabnya, bahasa jurnalistik wajib memelihara bahasa
Indonesia.

Ragam bahasa baku ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa modern yang setara
dengan bahasa lain di dunia, sedangkan laras bahasa jurnalistik memerlukan pengungkapan diri secara
modern

PERAN BAHASA INDONESIA DALAM JURNALISTIK

Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media massa untuk
menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang memudahkan penyampaian berita dan komunikatif (Tri Adi Sarwoko, 2007). Selama ini masih banyak orang yang menganggap bahasa jurnalistik sebagai perusak terbesar bahasa Indonesia. Mereka menganggap bahasa jurnalistik sebagai bahasa lain yang tidak pantas dilirik.

Anggapan itu ada benarnya, karena wartawan memang kadang-kadang menggunakan bahasa
atau kata-kata pasaran yang melenceng dari Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Media massa jugalah yang “memasarkan” kata-kata yang agak –maaf- kasar atau jorok kepada masyarakat, sehingga masyarakat yang dulu terbiasa dengan bahasa yang agak halus dan sopan (eufemisme), kini menjadi akrab dengan kata-kata kasar dan blak-blakan, seperti sikat, bakar,
bunuh, darah, bantai, rusuh, rusak, provokatif, perkosa, penjara, pecat, jarah, serta obok-obok dan esek-esek. Selain itu, media massa juga kerap mengutip kata-kata yang salah, seperti bentuk kembar sekedar-sekadar, cidera-cedera, film-filem, teve-tivi-TV. Ada media yang memakai risiko, ada yang resiko. Ada yang memakai sekedar, ada yang sekadar.

Ada pula media massa yang dengan tanpa dosa menuliskan kata ganti kita, padahal yang
seharusnya adalah kata kami. Penghilangan imbuhan dalam judul berita juga kerap salah, misalnya Amerika Bom Irak, padahal semestinya Amerika Mengebom Irak, atau Tentara Israel Tembak Anak Palestina, yang seharusnya Tentara Israel Menembak Anak Palestina.
Bagi para penulis dan jurnalis (wartawan), bahasa adalah senjata, dan kata-kata adalah
pelurunya. Mereka tidak mungkin bisa memengaruhi pikiran, suasana hati, dan gejolak perasaan pembaca, pendengar, atau pemirsanya, jika tidak menguasai bahasa jurnalistik dengan baik dan benar.

Itulah sebabnya, para penulis dan jurnalis harus dibekali penguasaan yang memadai atas
kosakata, pilihan kata, kalimat, paragraf, gaya bahasa, dan etika bahasa jurnalistik.
Seorang jurnalis tidak boleh menggunakan senjata untuk membunuh orang, tetapi harus
menggunakan senjata itu untuk mencerdaskan dan memuliakan masyarakat, serta membela dan menjunjung tinggi kehormatan negara dan bangsa (Dad Murniah, Harian Sinar Harapan, 2007

BAHASA JURNALISTIK
Telah dikemukakan di atas bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh
pewarta atau media massa untuk menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang
memudahkan penyampaian berita dan komunikatif.

Apa ciri khas atau sifat bahasa jurnalistik itu? Rosihan Anwar, salah seorang wartawan senior,
mengatakan, bahasa jurnalistik mempunyai sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, dan menarik.Jus Badudu, pakar bahasa, mengatakan, bahasa jurnalistik itu harus sederhana, mudah dipahami, teratur, dan efektif. Sederhana dan mudah dipahami artinya menggunakan kata dan struktur kalimat yang mudah dimengerti pemakai bahasa umum. Teratur artinya setiap kata dalam kalimat sudah ditempatkan sesuai dengan kaidah. Efektif artinya tidak bertele-tele tetapi juga tidak terlalu berhemat yang dapat mengakibatkan makna yang dikandung menjadi kabur. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam dunia jurnalistik lebih mendekati bahasa sehari-hari, sedangkan bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan buku sangat dijaga agar sesuai benar dengan kaidah dan keresmian bahasa baku.
.

Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan informasi secara tepat.
Dalam hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu dipandang efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat yang diucapkan kepada tukang becak, “Berapa, Bang, ke pasar Rebo?” Kalimat tersebut jelas lebih efektif daripada kalimat lengkap, “Berapa saya harus membayar, Bang, bila saya menumpang becak Abang ke pasar Rebo?”

Berikut ini adalah beberapa pola kesalahan yang umum terjadi dalam penulisan kalimat .

1. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :
- Sejak dari usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)
- Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
(Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
- Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)
- Pada era zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.
(Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)
- Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan terpuji.
(Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.)

2. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :
- Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.
(Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.)

Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain menyolok, menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai, menyambuk, menyaplok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci, mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik, mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.

- tau à tahu - negri à negeri
- kepilih à terpilih - faham à paham
- ketinggal à tertinggal - himbau à imbau
- gimana à bagaimana - silahkan à silakan
- jaman à zaman - antri à antre
- trampil à terampil - disyahkan à disahkan

8. Pilihan kata yang tidak tepat :
- Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang bincang dengan masyarakat.
(Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)
- Bukunya ada di saya.
(Bukunya ada pada saya.)

9. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :
- Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah yang gagal.

Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah dilakukan?

(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah.

- Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri

Judul berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?

(Bus Santoso Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri)